GoAtjeh| Banda Aceh- Keberadaan Qanun Aceh nomor 3
tahun 2013 tentang bendera dan lambang Provinsi Aceh sudah bermasalah sebelum
disahkan. Karena bertentangan dengan PP nomor 77 tahun 2007 tentang lambang
daerah. DPRA dinilai bermain-main dengan isu bendera dan lambang Aceh, walau
sejatinya paham akar persoalan.
“Qanun
ini sejak dibuat sudah bermasalah. Melanggar aturan lebih tinggi dan
inkonstitusi,” ujar Safaruddin, SH, Direktur YARA, Senin (9/5/2016)
Dia
menjelaskan, pasal 6 ayat (4) PP 77 menyebutkan: desain logo dan bendera daerah
tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain
logo atau bendera organisasi /perkumpulan/lembaga/ gerakan separatis dalam
negara kesatuan Republik Indonesia.
Dalam
penjelasan pasal tersebut ikut disebutkan bahwa atribut yang dilarang itu
berupa logo dan bendera bulan sabit yang digunakan oleh separatis di Aceh, logo
mambruk dan bintang kejora di Papua serta benang raja di Maluku.
“PP
itu lebih dulu lahir dari Qanun Bendera produk DPRA. Secara hirarki
perundang-undangan saja sudah salah. Aturan lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan aturan lebih tinggi,” terang Safar.
Letak
ketidak setujuan pihak Jakarta di sana. Bahwa produk Qanun itu bertentangan
dengan aturan yang lebih tinggi serta menyalahi UU Nomor 12 tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Hirarki
Undang-undang sesuai pasal 7 adalah: UUD1945, Tap MPR, UU, PP penggantian UU,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Perda Propinsi, Perda kabupaten/
Kota,” ujar Safar.
Safar
berharap DPRA, khususnya Fraksi PA tidak lagi menjual isu penolakan bendera
bulan bintang oleh Jakarta Sebagai bahan kampanye. Karena kalau serius ingin
Menetapkan bulan bintang sebagai bendera provinsi, maka harus ada pihak yang
menggugat PP 77 ke Mahkamah Konstitusi.
“Masyarakat
juga harus melek hukum. Jangan terus-terusan ditipu oleh politisi,” imbuhnya.[sumber: acehtrend.co]
0 Response to "Sebelum Jadi Perda, Qanun Bendera Aceh Sudah Langgar Aturan"
Posting Komentar