GoAtjeh| , Banda Aceh- Sebagai
provinsi yang menjalankan aturan syariat Islam, Aceh ternyata belum
melaksanakan sistem jaminan halal makanan
dan minuman yang diproduksi dan beredar di tengah masyarakat mayoritas Islam
tersebut.
Padahal,
kehalalan setiap makanan yang dikonsumsi oleh setiap orang muslim adalah kunci
paling utama untuk keselamatan hidup
di dunia dan akhirat, diterima amal ibadah yang dikerjakan tiap hari serta
istijabah (terkabulnya) doa yang dimohon kepada Allah Swt.
Demikian
disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk. H.
Faisal Ali saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam
(KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (18/5/2016) malam.
“Selama ini kita belum melihat adanya sistem jaminan halal makanan dan dan
minuman terlaksana di Aceh. Meskipun
semua kita tahu, makanan halal sangat menentukan kesukseskan perjalanan dan
kualitas seorang muslim dunia dan akhirat, namun kepedulian terhadap makanan
halal ini belum begitu menjadi perhatian besar masyarakat dan pemerintah di
Aceh,” ujar Tgk. Faisal Ali.
Apalagi,
lanjut Tgk Faisal Ali yang juga Pimpinan
Dayah Mahyal ‘Ulum Al-Aziziyah Sibreh, Aceh
Besar ini, Qanun Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam telah
memerintahkan pentingnya implementasi sistem jaminan halal.
Dalam
Pasal 23 ayat (1) disebutkan, “Pemerintah Aceh berkewajiban melaksanakan sistem
jaminan halal terhadap barang dan jasa yang diproduksi dan beredar di Aceh.
Sementara ayat (2) “Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan sistem jaminan
halal diatur dengan Qanun Aceh”
“Kita
tentu berharap ini qanun yang mwujudkan sistem jaminan halal ini menjadi
prioritas Pemerintah Aceh dan DPRA, agar lahir tahun ini juga. Jangan sampai
sia-sia kita beribadah setiap hari, jika ternyata makanan yang kita konsumsi
itu ternyata tidak halal bahkan mengarah kepada yang diharamkan dalam agama
kita,” tegasnya.
Menurutnya,
dalam rangka memenuhi kewajiban pelaksanaan syariat Islam di Aceh, persoalan
makanan halal harus mendapat perhatian khusus sehingga jangan sampai masyarakat
Aceh memakan makanan yang jauh dari kriteria halal.
Ia
mencontohkan di Malaysia, sudah sangat jelas mengatur ada tiga jenis makanan
yaitu, yang dijamin halal, dijamin haram serta tidak dijamin halal.
“Jangan
sampai kita yang mengaku daerah bersyariat Islam, justru tertinggal dari negeri
tetangga, hanya gara-gara kita tidak peduli halal haram makanan yang kita
makan,” ujar ulama yang akrab disapa Abu Sibreh ini.
Ia
juga menegaskan, selama ini MPU Aceh sudah berupaya menerapkan konsumsi makanan
halal dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan, hanya mau ambil katering pada
makanan yang sudah jelas ada sertifikasi halal.
”Ini harus juga diikuti oleh lembaga-pemerintahan lainnya di
Aceh. Utamakan kehalalan makanan yang dikonsumsi pada saat suatu kegiatan atau
rapat digelar Balai POM juga harus sering razia makanan, untuk memastikan
kehalalannya, jangan hanya saat menjelang hari raya saja. Terutama saat menjelang bulan Ramadhan dan makanan untuk buka
puasa,” jelasnya.
Ketua
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Aceh ini juga membaca ayat tentang
pentingnya makanan halal ini, “Wahai manusia, makanlah yang halal lagi baik
dari segala sesuatu yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah Syaitan, karena sesungguhnya Syaitan adalah musuh bagimu.”
(Q.S. Al-Baqarah:168).
Selain
itu, kata Abu Sibreh, status makanan yang kita makan akan sangat mempengaruhi
diterima atau tidaknya do’a kita oleh Allah swt.
Setidaknya,
ada tiga hal penting yang disampaikan Rasulullah SAW yaitu (1) perintah agar
senantiasa memakan makanan yang halal dan menjauhi makanan haram, kemudian (2)
makanan yang halal merupakan sebab terkabulnya doa dan sebaliknya, (3) makanan
haram akan menghalangi diijabahnya doa-doa dan tertolaknya amal kebaikan.
Bagi
seorang muslim, mengonsumsi makanan halal dan menjauhi makanan haram adalah
sebuah keniscayaan dan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Perbuatan
tersebut menentukan kualitas keimanan dan ketaatannya di sisi Allah Swt.
Memaksakan
diri untuk mengonsumsi makanan haram tanpa alasan yang dibenarkan, sama artinya
dengan menjerumuskan diri kepada kebinasaan. Bukan tanpa alasan Allah dan
Rasul-Nya menetapkan aturan yang ketat dalam masalah makanan ini. Tujuannya
tidak lain adalah agar akal, jiwa, dan raga manusia senantiasa terjaga sehingga
amal ibadah yang kita lakukan bisa optimal dan diterima Allah Swt.
“Karenanya,
kewajiban mencari tahu setiap makanan yang kita makan itu halal atau tidak,
merupakan fardhu ain yang harus dilakukan oleh setiap pribadi muslim. Mengonsumsi makanan yang halal lagi baik diperintahkan terlebih
dahulu sebelum mengerjakan amal saleh. Mengapa? Karena mengonsumsi makanan yang
halal akan membantu kita untuk melaksanakan amal saleh,” jelasnya.
Semakin
banyak makanan tidak halal, apalagi yang haram masuk ke tubuh kita tiap hari,
maka itu juga akan semakin menyebabkan kita jauh dari perbuatan baik dan amal
saleh, serta semakin malas kita untuk menggerakkan anggota beribadah kepada
Allah Swt [acehtrend]
0 Response to "Belum Ada Sistem Jaminan Halal Makanan di Aceh"
Posting Komentar