GoAtjeh| Banda Aceh- Yayasan Advokasi
Rakyat Aceh (YARA) meminta kepada seluruh Kepala daerah di Aceh agar
mempersiapkan fasilitas dan anggran dalam rangka menyongsong Indonesia Bebas
Pasung tahun 2017. Apalagi Aceh masuk sebagai daerah yang masih memiliki banyak
penderita gangguan jiwa. Himbauan ini disampaikan oleh Elsa Yumilda, SH, Kepala
Divisi Kesehatan YARA Aceh, Kamis (19/5/2016).
Aceh
merupakan provinsi tertinggi jumlah penderita sakit jiwa di Indonesia. Saat ini
masih banyak ditemui kasus palayanan yang tidak memadai di pusat layanan
kesehatan terhadap pasien sakit jiwa, seperti obat-obatan yang kadang-kadang
tidak tersedia dengan berbagai permasalahan di puskemas. Pasien yang terlalu
bebas di RS Jiwa Banda Aceh, sehingga upaya penyembuhan masih jauh dari harapan,”
ujar Elsa.
Anggaran
dan peningkatan mutu layanan menjadi kunci, karena tanpa intervensi pemerintah,
pelayanan terhadap pengidap gangguan jiwa akan jauh dari harapan. Hal ini
diperparah oleh perlakukan orang sakit jiwa oleh keluarga dan warga yang masih
sangat jauh dari nilai ideal.
“Kesadaran
masyarakat akan upaya penyembuhan penderita sakit jiwa ini sangat minim, ini
dikarenakan anggapan dari masyarakat bahwa penderita sakit jiwa dapat
diperlakukan sesuka hati, apalagi yang melakukan tindakan tersebut adalah
keluarganya sendiri,” terangnya.
Undang-undang
Dasar 1945 pasal 28 i ayat (1) menyatakan “bahwa setiap orang memiliki hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa…adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun”. Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang hak
asasi manusia pasal 42 menyatakan “bahwa setiap warga Negara yang berusia
lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak mendapatkan perawatan, pendi-
dikan pelatihan dan bantuan khusus atas biaya Negara untuk menjamin kehidupan
yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkat rasa percaya diri
dan kemam- puan beradaptasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara”.
Undang-Undang
No 36 Tahun 2019 pasal 148 ayat 1 menyatakan penderita gangguan jiwa mempunyai
hak yang sama sebagai warga Negara semantara Pasal 149 menyatakan penderita
gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam ke selamatan dirinya
dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum
wajib mendapat pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Elsa
mengatakan, pemerintah perlu juga menginformasikan kepada masyarakat bahwa
tindakan pemasungan terhadap penderita sakit jiwa adalah perbuatan yang
dilarang dan diancam pidana. UU No 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa pasal
86 menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemasungan,
penelantaran, kekerasan dan atau menyuruh orang lain melakukan pemasungan,
penelantaran dan atau kekerasan terhadap ODKM (orang dengan masalah kejiwaan)
atau ODG (orang dengan gangguan jiwa)J atau tindakan lain nya yang melanggar
hukum ODKM dan ODGJ dipidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 333 menyatakan juga dalam salah satu
pasanya menyatakan barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas
kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian
diancam dengan pidana penjara yang paling lama delapan tahun. Hukuman akan
bertambah bila kemudian menimbulkan luka-luka bahkan kematian. Adanya jaminan
undang-undang mengharuskan setaip ODGJ mendapat pengobatan dan perawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan dan tidak dipasung karena pemasungan merupakan
pelanggaran atas hak pengobatan dan juga merupakan bentuk kekerasan terhadap
ODGJ.[Acehtrend.co]
0 Response to "Sambut Bebas Pasung 2017, Aceh Harus Tingkatkan Anggaran Kesehatan"
Posting Komentar