Peran Keluarga Dalam Pendidikan Karakter Anak


Oleh Agussyahril, S. Pd
Batasan karakter memang sulit ditentukan. Menurut Sigmund Freud, character is a striving system with underly behaviour, artinya sebagai kumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu sistem daya dorong yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku, yang akan bisa ditampilkan secara mantap.

Karakter merupakan watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan yang melandasi sikap dan perilaku kita dalam kehidupan. Jadi, karakter tentu tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dibentuk, ditumbuhkembangkan, dan dibangun.

Adapun Jati diri manusia dan jati diri suatu bangsa tentu sangat berbeda. Jati diri manusia merupakan pemberian (given), yaitu yang diberikan Tuhan pada waktu kelahiran, disebut juga sebagai fitrah manusia. Jati diri suatu bangsa lahir karena pilihan sekumpulan individu yang mengelompok dan bersepaham untuk mendirikan suatu bangsa. Pembentukan karakter bangsa secara fungsional memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi pembentukan dan pengembangan potensi, fungsi perbaikan dan penguatan, dan fungsi penyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Selanjutnya, Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut merupakan suatu acuan dalam pendidikan untuk membentuk pribadi yang baik. Salah satu faktor pembentuk karakter seseorang adalah budaya. Budaya dapat juga diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Melalui budaya, peserta didik dapat tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) kemudian berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh umat manusia.

Apabila peserta didik merasa asing dengan budaya terdekat, dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Hal ini akan menyebabkan peserta didik rentan dengan pengaruh budaya asing yang bersifat negative sebagaimana terjadi saat ini. Budaya asing yang masuk tersebut diterima tanpa adanya seleksi dan pertimbangan sehingga berdampak buruk bagi diri peserta didik.

Selanjutnya, Karakter sangat dibutuhkan dalam pendidikan sebagai konsep bertindak dan membentuk pribadi positif peserta didik. Budaya dalam dunia pendidikan memiliki peranan yang strategis sebagai pembentuk karakter individu. Oleh karena itu, diperlukan terobosan dan cara yang tepat dalam mewujudkan hal tersebut. Salah satunya adalah dengan menyelipkan bidang kebudayaan dalam kurikulum pendidikan. Selain itu, usaha dari pihak sekolah dalam meningkatkan suatu kegiatan pengembangan diri, khususnya dalam bidang budaya, juga sangat dibutuhkan.

Arti dan Peran Penting Karakter

Untuk membangkitkan kembali jati diri bangsa/karakter bangsa, kita harus dapat menyepakati terlebih dahulu tentang arti dan peran penting karakter serta pemahaman dalam membangun karakter.
Sebagai suatu gambaran, bangsa yang maju dan jaya tidak disebabkan oleh kompetensi, teknologi canggih ataupun kekayaan alamnya, tetapi karena dorongan semangat dan karakter bangsanya. Hal ini dapat kita lihat, antara lain di Jepang, Korea Selatan, Cina, Inggris, dan sebentar lagi di Vietnam. Indonesia pernah membuktikan hal ini pada tahun 1928 pada hari sumpah pemuda dan pada hari proklamasi kemerdekaan (tahun 1945). Meskipun peristiwa itu telah lama berlalu, hal itu belum tertanam dalam diri pribadi individu.

Bangsa yang maju dan jaya tidak terlepas dari karakter bangsa itu sendiri. Hal itu tercermin dalam tindak laku setiap individu sebagai pengejawantahan dari nilai-nilai budaya yang merupakan nilai dasar dari tujuan kehidupan bernegara.


Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter Bangsa

Pendidikan karakter merupakan langkah penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa yang semakin terpuruk dan dimakan oleh peradaban bangsa lain. Pendidikan karakter juga dapat digunakan dalam upaya pembentukan masyarakat Indonesia baru dengan pendidikan dan pembangunan yang berkelanjutan sesuai dengan pendidikan Revolusi Mental yang di cetuskan oleh Presiden Joko Widodo. Pendidikan karakter haruslah melibatkan semua pihak, baik rumah tangga (keluarga), sekolah, masyarakat, maupun pemerintah.

Keluarga sebagai lingkungan pembentukan watak dan pendidikan karakter pertama dan utama sudah seharusnya diberdayakan kembali.

Menurut Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi “school of love”, sekolah untuk kasih sayang (Philips 2000). Menurut perspektif Islam, “school of love” adalah tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (madrasah mawaddah warahmah). Perhatian yang sangat besar diberikan kepada pembentukan dan pembinaan keluarga oleh Agama Islam. Keluarga merupakan basis dari ummah (bangsa). Oleh karena itu, keadaan suatu keluarga sangat menentukan keadaan ummah (bangsa) itu sendiri.

Bangsa terbaik merupakan bangsa yang satu dan islami. Hal ini hanya dapat dibentuk melalui pembangunan keluarga yang dikembangkan atas dasar hukum Islam.

Muncul satu pertanyaan, bagaimanakah keluarga yang baik itu? Menurut hadits Rasulullah Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Anas r.a bahwa ada empat ciri keluarga yang baik, yaitu:
Keluarga yang memiliki semangat (ghirah) dan kecintaan untuk mempelajari dan menghayati ajaran-ajaran agama dengan sebaik-baiknya untuk kemudian mengamalkan dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap anggota keluarga saling menghormati dan menyayangi, saling asah, asuh dan asih.

Keluarga yang dari segi nafkah (konsumsi) tidak berlebih-lebihan, tidak serakah dalam usaha mendapatkan nafkah, sederhana atau tidak konsumtif dalam pembelanjaan.

Keluarga yang sadar akan kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu, selalu berusaha meningkatkan ilmu dan pengetahuan setiap anggota keluarganya melalui proses belajar dan pendidikan seumur hidup (life long learning/life long education).

Berdasarkan ciri-ciri keluarga yang baik di atas diharapkan mampu melahirkan anak-anak bangsa yang bermoral, berakhlakul karimah, sehat, cerdas, dan berkarakter memenuhi estetika dan etika. Potensi inilah yang menjadi bekal memadai dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah dengan baik serta dapat berperan aktif dalam masyarakat.

*Agussyahril, S. Pd., Guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SMPN 2 Sabang, dan Pemerhati masalah Sosial. Email: agus99syahril@gmail.com **[sumber: Acehtrend.co]


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Peran Keluarga Dalam Pendidikan Karakter Anak"

Posting Komentar