Kelas Bandit


Mestinya, perdamaian menjadi jalan bagi pembangunan, dan pembangunan menjadi alasan bagi wujudnya kesejahteraan.
Sayangnya, sudah dua periode kepemimpinan damai, kesejahteraan belum wujud juga. Kemiskinan Aceh, dalam amatan IDeAS, masih jauh di atas rata-rata nasional (11,13 persen). Kini, hasil analisa IDeAS juga menyebutkan, Aceh masuk dalam lima provinsi dengan Tingkat Pengangguran Tertinggi (TPT) pada Februari 2016.
Apa masalahnya? Artikel ini tidak menjawab alasan mengapa Aceh masih tetap miskin dan sangat banyak para pengangguran. Hanya saja, jika ditilik dari respon rakyat atas kemiskinan dan pengangguran maka ada perbedaan, antara dulu dan sekarang.
Dulu, kemiskinan dan pengangguran memunculkan kelas pemberontak, kelas kritis yang kaya ide dan gerakan transformatif. Sedangkan sekarang, yang muncul justru kelas sosial preman atau bandit. “Masih muda sudah jadi bandit proyek,” celoteh Ketua IdeAS, Munzami suatu hari kala sore di salah satu warkop di Banda Aceh.
Sejatinya kelas preman memang berpeluang muncul bila kemiskinan dan pengangguran mendera negeri. Tapi, untuk konteks Aceh mengejutkan, kelas preman atau bandit sudah meng-elit sehingga dalam perspektif struktural fungsional merapuhkan struktur sosial, mengguncang keteraturan.
Artinya, sistem sosial Aceh damai, oleh para pemimpin Aceh paska damai gagal menjadikannya sistem sosial yang adaptif, visioner, integral, dan membangun pola yang ramah menuju kesejahteraan, apalagi terhadap keadilan yang dibangun di atas landasan demokrasi yang pro suara rakyat. Dengan kata lain, cita-cita mewujudkan struktur sosial yang teratur paska konflik sama sekali gagal.
Ini, secara teori bermakna Aceh sedang ditarik ke model kehidupan berpola konflik. Bukankah antitesis dari teori struktural fungsional adalah teori konflik?
Dengan begitu, suka atau tidak suka, paradigma damai yang membangun berhasil dibajak oleh pihak yang berkepentingan lahirnya kelas sosial preman atau bandit. Kelas inilah yang kini menentukan bagaimana Aceh berdinamika dalam irama yang berbenturan.
Jadi jangan heran manakala konflik antar individu, kelompok, dan pihak terus terjadi di Aceh. Ada parpol lokal yang pecah, ada elit politik yang dipatahkan, ada kelompok agama yang berbenturan, dan malah ada kalangan seniman yang lebih menyoal nama yang sama ketimbang terus berlomba berkarya.
Jadi, tidak aneh juga bila saban waktu ada saja korban yang jatuh baik secara fisik, jabatan, ataupun perasaan. Semua ini wujud dari politik pertentangan kelas yang sengaja terus dibenturkan agar kelas preman/bandit makin kuat dan pada waktunya menjadi kelas burjois yang menindas dan memaksa kelas proletar/rakyat.
Kini, suka atau tidak suka, kita harus sadar jika Aceh sedang bertarung antara kelas preman/bandit dengan kelas rakyat. Kelas preman/bandit, dengan segenap varian prilakunya terus saja merompak kebijakan, anggaran, jabatan, kesempatan dan kepemimpinan dengan cara-cara yang mengekploitasi kelas rakyat.
Jadi jangan juga heran bila mendengar ada donatur dari kelas preman mendukung pembiayaan eksekutif dan anggota legislatif. Jangan juga terkejut jika ada orang-orang terhukum menjadi pemimpin, sebab ukuran dalam masyarakat yang sudah dikuasai preman bukan lagi moral. Sedangkan hukum dengan mudah sudah dikutak atik sehingga mereka menggunakannya sebagai alasan.
Sebaliknya, kelas rakyat masih minim gerakan untuk bersatu mewujudkan gerakan revolusi.
Jika anda melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam masyarakat itu tandanya kekuatan kelas preman/bandit sedang berkerja. Mereka ingin mewujudkan perubahan sosial yang diinginkan lewat konflik-konflik kepentingan yang dibenturkan untuk kemudian mewujudkan konsensus menurut yang mereka inginkan.
Mereka percaya bahwa masyarakat bisa disatukan dengan “paksaan”. Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, kelas preman ini lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power.
Dalam situasi ini, kelas rakyat mau tidak mau mesti bangkit memberontak, melawan ketakutan atas diri sendiri, dan melawan kelas preman/bandit yang menguasai penguasa yang sedang berkuasa atau yang akan berkuasa. Jika tidak maka kelas rakyat akan terus ditindih ketakutan yang akhirnya terus menjadi objek pemerasan. Kemiskinan dan pengangguran bukan tanpa agenda sebab di negeri yang miskin dan penuh pengangguranlah sistem sosial preman dan bandit bisa terus bertahan. Sadarlah! [acehtrend.co]


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kelas Bandit"

Posting Komentar