GoAtjeh| BANDA ACEH - Polemik terhadap bentuk Bendera Aceh kembali menjadi isu
terkini di 2016. Persoalan tersebut menghangat karena Pemerintah Pusat meminta
perubahan terhadap bentuk Bendera Aceh. Usulan ini langsung
mendapat respon dari anggota DPRA dengan menggelar pertemuan tertutup
bersama Pemerintah Aceh. Namun hasil pertemuan tersebut tidak menghasilkan
sebuah keputusan final terhadap bentuk Bendera Aceh.
Demikian disampaikan Koordinator Mahasiswa Peduli Perdamaian Aceh (M@PPA),
Azwar AG, Jumat, 6 Mei 2016.
Menurut Azwar, berlarutnya polemik terhadap isu tersebut telah melahirkan
berbagai macam tanggapan dan respon masyarakat terhadap legitimasi Pemerintah
Aceh di bawah kepemimpinan Zaini-Muzakkir. "Menjadi salah satu janji
politik pada saat kampanye 2012 tahun lalu, perkara bendera belum juga
teralisasi, apa lagi selama ini ada pihak pihak yang dulunya lantang
memperjuangkan bendera mencoba buang badan dalam menyikapi persoalan
tersebut," katanya kepada media.
Dia mengatakan, sejauh ini M@PPA melihat polemik terhadap bentuk
bendera secara tidak langsung telah menggiring publik di Aceh ke arah
pendewasaan politik. Menurutnya publik hari ini semakin sadar bahwa egoisme kelompok
bukan jalan keluar terhadap masalah yang ada.
"Publik juga dapat menilai sejauh mana kapasitas dan kapabilitas
Pemerintah Aceh dalam membangun nilai tawar politik terhadap Indonesia.
Penilaian publik hari ini tentunya tidak terlepas juga dari konsep dan azas
perdamaian yang sudah berjalan selama 10 tahun," ujarnya.
Semakin cerdasnya masyarakat dalam menyikapi dinamika politik Aceh menjelang
Pilkada 2017 mendatang, menandakan bahwa kelompok mayoritas berada dalam krisis
kepercayaan terhadap persoalan kesejahteraan, angka kemiskinan, ketersedian
lapangan kerja dan realisasi poin-poin Helsinki. Dia turut mempertanyakan,
kenapa pemerintah hari ini tidak mencoba memberikan suatu jalan keluar yang
masuk akal terhadap apa yang dibutuhkan masyarakat, sehinga masyarakat
merasakan hadirnya pemerintah di tengah-tengah mereka.
"Apa bedanya isu bendera dengan isu lainya yang sekarang belum
terselesaikan seperti KKR, komisi klaim, pembagian lahan untuk mantan kombatan
dan kesejahtraan bagi anak yatim korban konflik. Apa ini substansi dari
perdamaian yang menyeluruh dan bermartabat yang dirumuskan di Helsinki?"
Dia meminta Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Aceh untuk kembali
kepada substansi perdamaian, jika ingin mengambil atau merumuskan kebijakan
terhadap Aceh. Menurutnya hari ini bukan saatnya merumuskan kebijakan yang
menguntungkan minoritas, sehinga kelompok mayoritas menjadi masyarakat kelas
dua di tanah sendiri.
"Begitu juga dengan identitas Aceh yang harus menjadi simbol Persatuan
Aceh. Kami mengharapkan kepada para ulama, tokoh masyarakat dan tokoh adat dan
kaum intelektual untuk bisa memberikan pencerdasan publik kepada masyarakat
agar masyarakat tidak menjadi korban intervensi kelompok tertentu, yang
pemikiran mereka sudah dihantam oleh gelombang materialisme dan hanya
mementingkan kepentingan sesaat," ujarnya.
Mahasiswa pasca sarjana UIN Ar Raniry ini turut mengajak dan mengimbau
kepada seluruh masyarakat untuk sama-sama bergotong royong dalam membangun Aceh
yang lebih baik. "Serta perlunya trust building sesama stakeholder agar
bisa membangun serta mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan, berkemanusiaan
dan berkeadilan guna mencapai iklim demokrasi yang bermakna di Aceh,"
ujarnya.**[Portalsatu]
0 Response to "Apapun Bentuk Bendera Aceh, Jangan Langkahi Tujuan Perdamaian"
Posting Komentar